Kamis, 22 Mei 2014

Ungkap Rasa dari Secangkir #Kopi

angkringanwartaTak ubahnya anak umur lima tahun yang tengah menyusun balok permainan lalu menghancurkannya kembali. Bedanya adalah pada sepertiga malam ini,  saat saya mencoba menyusun huruf sehingga membentuk kata entah lantaran apa memilih untuk dibongkar kembali. Begitulah adanya secara terus dan terus.

Sebentar lagi fajar tiba, menjaring segala macam huruf guna membentuk sebuah bangunan kata, namun pada kenyataan tak kunjung juga mampu terbaca, sepi semua hanya terdiam membisu. Membatin, hanya sekadar menunjukan dirinya masih begitu dingin. Ini begitu berasa mimpi yang masih terpendam lantaran masih terjaga.

Kopi hitam serta rokok dikorbankan sebagai penebus rasa muak. Kendati demikian, rasa-rasanya tak tega benar menyebut kopi sebagai tumbal. Soa

Apa yang membuat kopi ini begitu mudah diterima, apakah Anda mengetahuinya? . Pasalnya, percuma saja atau sejauh mana mampu mengukapkan rasa? Saat  rasa yang tak dipahami ini, kenyakinan atas ungkapan  kopi bukan untuk dimengerti melainkan hanya untuk dinikmati.

Saat ini kopi yang tengah mengetuk imajinasi atau lamunan semata lalu semua menjadi hampa kembali. Dan akhirnya secara mengejutkan pikiranku menuntut untuk mengembalikan kata-kata yang telah terhapus, anehnya saat mencoba menyusunnya kembali ada keinginan kuat untuk menghapus kembali. Sungguh ini memuakkan sekaligus mengasyikkan.

Perasaan tak jelas ini juga akhirnya menuntunku kepada harapan-harapan yang tak kunjung dimengerti  jua antara perjalanan atau cukup sampai titik ini.  Tanya jawab dalam diri sendiri kian tak bisa kupahamami. Rasa ini terlalu angkuh hingga aku harus mencoba untuk mengerti.

Dan seperti kopi, ia terlalu angkuh untuk sekadar mengenalkan kepada penikmat tentang rasa apa yang sebenarnya yang terdapat pada dirinya? Mungkinkah karena diamnya, akhirnya pencandu kopi mencoba segala hal guna memecah misteri yang terkandung di dalam mahluk bernama kopi. “Tuan, semakin kau coba pahami, kau semakin tak akan mengerti, biarlah rasa itu tetap absurd,” ujar secangkir kopi.

lnya, minuman ini bukan hanya hadir dalam jengah atau sepi. Ia juga hadir dalam ceria, senang, pelengkap kemesraan pada sebuah obrolan.