Selasa, 24 Juni 2014

#JoinKopi: Satu Cangkir Untuk Bersama

#JoinKopi, kata inilah yang membuat saya rindu pada sebuah masa, dimana hanya dalam secangkir kopi beda bukan untuk dibeda-bedakan, jika ada hal-hal berupa sindiran harap maklumin saja bahwa ini adalah tongkrongan hehehehe.

Bagi saya, #JoinKopi bukan sekadar menikmati kopi secara bersama-sama, bukan juga karena modal menipis, itu saja. Bagi mereka yang pernah bagaimana indahnya #JoinKopi tentunya paham benar makna yang terkandung di dalamnya. 

Saat ini, apakah engkau juga mengalami kerinduan yang serupa, sebuah kerinduan yang tengah membabi merasuki diriku. Sambil membayangkan, aku melihat bagaimana kita sama-sama menikmati hidangan cairan berhwarna hitam, memang dalam hal rasa kita mempunyai perbedaan meskipun dari secangkir kopi yang sama, apakah kita pernah memperpanjangkan perberdebatan. 

Itu semua karena kita telah membuat kesepakatan, tak suka dilarang mencela. Sebuah peraturan yang mungkin sampai saat ini masih berlaku kendati tak ada bukti secara tertulis.  Saya kira hukum ini masih cukup relevana, bahwa kita sama-sama menerima kenyataan itu, bahwa saat percaya kepada sesorang maka percayalah secara sungguh-sungguh. 

Sebuah kesungguhan, bahwa dia juga tak bermaksud mengecewakan kita, bahwa dia telah sungguh-sungguh menghidangkan secangkir kopi. Dan seandainya ada umpatan tak usah dipandang serius, yang penting dia telah merelakan waktu menyeduhkan kopi untuk kita bersama. 

Saat ini juga, mungkin ini sangat-sangat muluk. Tapi, tak apalah jika dibilang muluk. Iya, saya hanya ingin dapat #JoinKopi dan bukan hanya untuk  kita saja, tapi juga semuanya tanpa terkecuali. Itu saja. 


Senin, 23 Juni 2014

Cita Rasa #Kopi Twitter Stempel Komunis

Kopi tak seperti pagi sebelumnya, entah benar cita rasa yang hilang atau terkontaminasi. Saya mencoba meneguk sekali lagi dengan penuh harap khasiat kopi sebelum-belumnya. Pagi ini, secangkir kopi panas sambil ditemani si burung biru mungil dan menggemaskan.

Berkat burung ini kabar apa yang tak bisa didapat? Dari yang tak jelas hingga paling tak jelas.  Kabar terkini Piala Dunia 2014,  soal adu kilik para pendukung capres-cawapres. Bisa disepakati bukan, jika kedua hal itu saat ini paling meriah di twitter.

Silakan saja mereka asyik dengan hoby dadakan mereka asalkan tak mengganggu dan saya masih tertawa. Oh, baru mengetahui semalam ada debat capres, siapa yang menang ditentukan siapa yang berbicara? Objektivitas sudah jadi barang langka.

Pada titik ini, kopi masih biasa saja.
Perlahan-lahan saya mulai mengerutkan kening saat ada kicauan soal komunis dan bertambah mengerutkan kening saat salah satu media online, ‘Debat Capres, Prabowo Disarankan Tanya Isu Komunisme ke Jokowi’, yang terlintas ini mau depat capres atau sejarah.

Wah, komunis begitu meriah dikicaukan beberapa  akun, @Ronin1946 dan tak luput pkspiyungan, dengan sejarah yang sepotong-potong atau sejarah olahan versi orba, mereka berbicara tentang segala macam tentang komunis dari tak bertuhan, pancasila, begitu mudah menuduh seorang sebagai komunis, cabut tap TAP MRPS No XXV/1966, dan lain-lain.

Wedus gembel, saya memang tak paham benar tentang apa itu komunis atau juga sosialis. Ada yang berpendapat secara tegas, komunis jelas sangat berbeda dengan sosialis. Dan saat ini saya hanya ingin bertanya siapa saja murid Raden Hadji Oemar Said Tjokroaminoto, kenapa Soekarno menggagas Nasakom, siapa Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo dan dengan cara apa dia meninggal?

Mungkin pkspiyungan juga sudah melupakan apa yang disampaikan K.H. Abdurrahman Wahid sebelum meninggal. Apa yang dilakukan beliau saat menjabat sebagai Presiden terkait masalah PKI?

Itu saja dulu dan terimakasih

Sabtu, 21 Juni 2014

Maaf #Kopi, Tak Ada Niat Khianatimu

Tak ada sedikitpun niatan menyakitimu apa lagi  sampai mengkhianatimu. karena itu, aku sebisa mungkin menjaga rasamu dari godaan manis. Mengenai hal itu, silakan saja kau pertanyakan langsung kepada warung kopi, @Cho_Coffee. 

Iya, tanyakan saja padanya, kapan aku meminta kepadanya untuk menaburkan gula ke dalam secangkir kopi. Sudah cukup jelas bukan, jika saat ini rasamu mulai memudar karena perlakukan gula. Hal ini  jelas itu bukan maksud hatiku untuk melakukannya.

Percayalah!!!! 

Dan saat ini mau dikata apa, kenyataan yang berbicara demikian bahwa sejumlah warung-warung tak ada yang benar-benar menyajikan dirimu secara utuh. Entlah, apakah kau sendiri tak berdaya menghadapi kekuasaan atau mungkin kau kalah bersaing sehingga kau sangat sulit hadir, selain di kafe-kafe.

Sudahlah tak usah kau ceritakan, aku yang mesti meminta maaf padamu bahwa saat ini aku mesti merelakan menerimu dalam bentuk yang tak jelas. Iya, gula ini telah menguasai tak ada dirimu yang ada hanya carian hitam manis. 

Tapi, apakah dengan marahku semua akan terselesaikan? Seperti tidak demikian. Entalha, mungkin untuk saat ini yang terbaik bagi kita adalah menerima kenyataan, bahwa diantara kita penuh dengan kekurangan meskipun memang menyebalkan.

Jumat, 20 Juni 2014

Secangkir #Kopi Pagi

Secara perlahan namun pasti matahari mulai menghangatkan tubuh, memang belum terasa benar kehangatannya.

Kami yang sudah tak tahan lagi menahan rasa lelah disertai rasa kantuk yang begitu akut usai semalam suntuk kami habiskan hanya untuk menatap kemilau lampu kota, lampu yang terlihat Indah dari atas sana (Puncak),  akhirnya kami putuskan untuk menghentikan perjalanan dari Puncak, Bogor, Jawa Barat menuju Jakarta.

Pada gubug ini, sebuah gubug yang tak hanya menawarkan minuman kopi hitam dan makanan pengganjal perut, di sini juga tersedia obat penyembuh kantuk. Namun entah sebab apa bukan langsung memejamkan mata, kami malah asyik menikmati secangkir kopi hitam, kopi memang tak ada duanay untuk selalu diminum setiap saat tanpa pandang bulu kapan dan dimana? 


Sambil menikmati setiap tetas cairan hitam, mata saya tak jemu-jemunya memandangi embun-embun yang mulai menguap. Tak sekadar itu saja, dari sini juga bukan hanya bisa melihat lukisan alam, tapi juga tak ketinggalan secara jelas sebuah bangunan, Wisma Atlit Hambalang yang entah bagaimana nasibnya.  

Yups, pada perjalan pulang, kami putuskan untuk mengambil jalan sesuai dengan pemberangkatan, dipilihlah jalan dari Sentul kendati lebih memutar. Terpilih keputusan itu lebih didasari pertimbangan macet. 



Bagi Saya, Ini Bukan Sekadar #Kopi

kopi toraja, toraja kopiAda yang bertanya kenapa mesti jauh-jauh hanya untuk bisa menikmati secangkir kopi hitam, pahit pula?

Apa juga yang mesti dijelaskan kepada orang-orang yang mempertanyakan hal demikian, sebagaimana saya mesti menjelaskan, apa yang dirasakan saat cairan hitam dari Toraja ini menempel pada ujung lidah. 

Yups, ini kopi Toraja dan sejujurnya saya sangat tak kuasa untuk menjelaskan apa lagi membuat orang-orang terpikat untuk menikmatinya. Sebab itu, saya lebih memilih membiarkan rasa ini mengungkapkan jati dirinya dengan sendiri tanpa ada sesuatu yang memaksa.

Namun, yang pasti-pasti saja bahwa saya sedang menikmati secangkir kopi tubruk asal Toraja. Dan bagi saya ini bukan sekadar ngopi melainkan lebih karena perasan cinta saya pada minuman hitam ini, itu saja.

Oleh sebab itu, saya merelakan diri meluncur ke @Cho_Coffee, sebuah warung kopi Indonesia yang terletak di Jalan Semanggi, Ciputat, Tangsel.

Dan seandainya, jika ada yang bertanya kopi apa saja yang biasa disajikan di @Cho_Coffee, silakan untuk mempertanyakan secara langsung.  Jelasnya, yang saya ketahui, disini menjual aneka macam kopi asal Indonesia dengan berbagai teknik penyeduhan.



Rabu, 11 Juni 2014

Rindu Alam, Rindu Kota

Mencari sesuatu yang telah lama tak dirasakan, aku merasa mulai merindukan begitu merindukan. Entah apa, mungkin karena dari sini lampu-lampu terasa begitu terlihat begitu eksotis,
Rindu Alam, Rindu Kota

Hanya berdiri sambil menahan udara khas pegunungan menembus tulang-belulang. Untuk sekian lamanya menatap segerombolan cahaya sudah cukup membuyarkan kenangan tentang bising, penat, semrawaut kota.

Masih dengan rokok dan segelas bandrek di lengan kiri, saya masih enggan beranjak, saya masih sangat menikmatinya. Pancaran ini ternyata tak hanya menawarkan keindahan saja, tapi juga seakan-akan menjadi magnet yang mempunyai daya tarik sangat kuat.

Mungkin karena ini, maka sangat wajar saja jika kawasan puncak menjadi pelarian orang-orang yang telah lama tinggal di Jakarta dan sekitarnya, salah satunya adalah saya. Tinggal di pinggiran selatan Jakarta, setiap hari dihabiskan dengan menatap layar monitor keluar sedikit disambut dengan bunyi klakson saling berbalas.

Untuk sesat saja, saya ingin merasakan suasana lain. Sebuah suasana yang sangat sulit dirasakan didapatkan di perkotaan. Panggilan akan kerinduan itu sudah begitu kuat sangat kuat yang membuat saya tanpa berpikir panjang mengiyakan ajakkan seorang teman.


Selasa, 03 Juni 2014

#Mari Join Kopi

Jalan, Stasiun "Silakan disruput"


Kata demikian ingin rasanya saya salurkan bagi mereka yang tak sempat sruput kopi, untuk mereka yang  sudah bermain dengan klakson sambil menarik gas sekencang mungkin, untuk begitu cepat berjalan menuju loket kerta api, dan juga mereka yang tak seberuntung aku dalam hal waktu. 

Salam hangat dari secangkir kopi. 

Pagi-pagi sekali saat matahari belum nampak sempurna, suasana sudah diramaikan pengendara kendaraan bermotor. Ada orang berdiri, ia mencari celah bagaimana caranya memotong laju, sayang baru maju beberapa senti dipaksa tempat semula hanya lantaran suara klakson.

Sementara itu, jangankan kata senyum saja rasa-rasanya sangat ngirit, seandainya ada kata hanya ala kadarnya. Padahal mereka berkumpul, bersentuhan, bertatap muka dengan jumlah cukup banyak bahkan sewaktu-waktu bisa bertambah atau berkurang semuanya ditentukan oleh kereta yang datang.

Bagi yang mereka yang pernah berada di stasiun Tanah Abang pagi hari mungkin sudah tak asing lagi dengan kondisi sedemikian rupa, bagaimana orang turun hanya untuk kembali jadi penumpang kereta api.

Bermodalkan panduan waktu, dengan sendirinya tiap-tiap dari mereka hanya akan mengikuti ritme perjalanan dari naik kereta yang satu lalu turun beli tiket dan kembali naik kereta berikutnya. 

Selamat jalan om, tante, emba, mas, dan lain-lainnya semoga sampai tujuan.