Minggu, 31 Juli 2016

#Ngelancong, Pada Kereta Pagi Hari

Jala-Rasa,- Selain kopi hitam dan rokok masih terdapat yang membuat aku tak akan perenah lelah untuk menikmatinya, yakni kala mentari tenggalam dan terbit. Menikmatinya sambil sambil sruput kopi sungguh membuat hati terasa damai.

Bagi mereka yang telah jatuh cinta akan sekuat mungkin mendapatkannya. Mak tak mengherankan jika #Ngelancong merupakan hal yang diharuskan tanpa pedulikan jika setengah atau mungkin satu kali gaji habis hanya untuk mendapatkan peristiwa yang begitu sejekap.

Entalah padahal hanya dalam hitungan menit semunya akan berlalu begitu saja, mungkin  lantaran sekejab ini yang membuat takut akan kehilangan memontum dan ini yang ini juga membuat semuanya terasa begitu mahal.

Sama halnya dengan mereka, aku ikut tergila-gila. Tapi, harus diakui guna mendapatkannya apa lagi menyaksikan matahari tenggelam di pinggir pantai sangatlah langka. Jangankan itu, guna menyaksikan saat matahari terbit di sekitar kontrakan pun langka.

Saat ini, secara kebetulan mata-mata belum juga merasa lelah usai menghabiskan malam bersama seseorang.  Tepat perlahan matari mulai menampakan diri, aku sambil menenteng kamera sudah layaknya benar-benar seorang fotografer padahal nol besar. Bagiku yang penting asal jepret mencoba mengabidikannya.

Melihatnya, aku mencoba memaknai bahwa hidup layaknya kereta yang meluncur pada rel dan akan kembalii pada stasiun yang saat pertama kali menjejaki. Hidup adalah #Ngelancong yang terkadang seperti rutinitas semata dan selanjutnya tinggal bagaiaman  meresponnya, sebuah perjalanan yang meluncur begitu saja,

Oh iya, seandainya  Anda suka dengan foto ini , saya silakan untuk mengambil. Silakan ambil kalau perlu aku saja bahwa ini adalah kerya dirimu. Perkara bahwa ini adalah pelanggaran hak cipta atau apa pun itu, itu persoalan Anda sendiri. (Ayodia Kelana)


 

#Ngelancong, Pada Kereta Pagi Hari

Jala-Rasa,- Selain kopi hitam dan rokok masih terdapat yang membuat aku tak akan perenah lelah untuk menikmatinya, yakni kala mentari tenggalam dan terbit. Menikmatinya sambil sambil sruput kopi sungguh membuat hati terasa damai.

Bagi mereka yang telah jatuh cinta akan sekuat mungkin mendapatkannya. Mak tak mengherankan jika #Ngelancong merupakan hal yang diharuskan tanpa pedulikan jika setengah atau mungkin satu kali gaji habis hanya untuk mendapatkan peristiwa yang begitu sejekap.

Entalah padahal hanya dalam hitungan menit semunya akan berlalu begitu saja, mungkin  lantaran sekejab ini yang membuat takut akan kehilangan memontum dan ini yang ini juga membuat semuanya terasa begitu mahal.

Sama halnya dengan mereka, aku ikut tergila-gila. Tapi, harus diakui guna mendapatkannya apa lagi menyaksikan matahari tenggelam di pinggir pantai sangatlah langka. Jangankan itu, guna menyaksikan saat matahari terbit di sekitar kontrakan pun langka.

Saat ini, secara kebetulan mata-mata belum juga merasa lelah usai menghabiskan malam bersama seseorang.  Tepat perlahan matari mulai menampakan diri, aku sambil menenteng kamera sudah layaknya benar-benar seorang fotografer padahal nol besar. Bagiku yang penting asal jepret mencoba mengabidikannya.

Melihatnya, aku mencoba memaknai bahwa hidup layaknya kereta yang meluncur pada rel dan akan kembalii pada stasiun yang saat pertama kali menjejaki. Hidup adalah #Ngelancong yang terkadang seperti rutinitas semata dan selanjutnya tinggal bagaiaman  meresponnya, sebuah perjalanan yang meluncur begitu saja,

Oh iya, seandainya  Anda suka dengan foto ini , saya silakan untuk mengambil. Silakan ambil kalau perlu aku saja bahwa ini adalah kerya dirimu. Perkara bahwa ini adalah pelanggaran hak cipta atau apa pun itu, itu persoalan Anda sendiri. (Ayodia Kelana)


 

Jumat, 29 Juli 2016

#Ngelancong Kota Tua, Saat Rasa Penuh Warna

Jala Rasa,- Secara kebetulan aja mampir kawasan Kota Tua, Jakarta. Sebuah #Ngelancong kebetulan alias tanpa benar-benar niat akan kembali menepaki bangunan yang berdiri puluhan tahun lamanya.

Usia bangunan ini mungkin sama dengan bapaknya kakek. Entalah, aku tak terlalu berminat menelusiri sejarah kapan tepatnya bangungan ini berdiri.

 Saat rasa penuh warna dan garisan penuh warna terasa begitu memikau. Tak perlu ada alasan mengapa sebagaian orang menyukai pelangi. Begitu juga dengan aku yang selalu berlari ke sawah saat matahari mulai menampakan diri usai hujan.

Berdiam diri hanya untuk mengatamati setiap lengkungan warna lalu percaya begitu saja bahwa itu merupakan selendang bidadari yang sedang mandi. Wah cerita bisa merambat Jaka Tarub yang berhasil mencuri selandang putri. Wah seandainya saja, ya sudah lah bahwa faktnya sampai sekarang aku tak kunjung mendapatkan selandang putri.

Menyinggung soal keberagaman warna teringat ungkapan seorang guru, apa yang membuat pelangi menarik? Silakan pilih warna yang paling kamu suka yang menurut kamu unggul. Tapi, cukup hanya kamu, enggak ada paksaan soal pilihan warna begitu juga dengan yang lainnya. Maka biarkan orang lain memilih warna apa yang menurutnya menarik.

"Banyak orang yang menyebut, Indonesia begitu indah lantaran keberagaman, satu dengan yang lainnya hidup berdampingan tanpa ada paksaan. Karena itu, indonesia disebut dengan multikultur. Tapi sayang, saat pilihan warna yang dijadikan paling hingga dengan kekusaannya menghilangan warna-warna lainnya, apakah pelangi akan tetap menjadi menarik," katanya.

Sebuah ungkapan yang tak kunjung dimengerti dan hanya berbalas sebuah anggukan. Sebagaimana emngamini, pelangi adalah selandang bidadari yang dijadikan jalan dari khanyangan menuju tempat pemandian. (Ayodia Kelana)





Sabtu, 16 Juli 2016

Dan Pertemuan itu, Langsung Dilahap

Jala Rasa,- Sesuai dengan judulnya, ini bukan membahas perihal resep atau tata cara membuat makanan yang bernama kue cucur, jika Anda ingin mendapatkan resep silakan cari di blog lainnya atau bisa juga membeli buku resep.

Ini perihal pertemuan saya dengan kue cucur setelah sekian lama. Maklum sebagai anak rantau yang tinggil di pinggiran kota Jakarta ternyata agak susah mendapatkan makanan idola sewaktu di kampung halaman. Mungkin saja kue cucur ini masih banyak di pasar-pasar tradisional, misalnya Ciputat.

Sebuah pertemuan tanpa disangka-sangka ini bermula dari #Ngelancong usia Magrib menuju  pinggiran Depok yang berbatas dengan Bogor, yakni Bojong. Dan kembali pada cerita lama, yakni sudah menjadi kebiasaan hampir setiap perjalanan menjumpai dengan kata menyasar.

Kejadian serupa terulang kembali, ketimbang bingung maka keputusan saja singgah di sebuah warung kopi. Ternyata dari sana pertemuan terjadi dan tanpa berpikir panjang langsung aja kulahap makanan manis ini panas-panas apa lagi sesuana gerimis.

Jumat, 15 Juli 2016

Iseng #Ngelancong Kota Tua



Jala Rasa,- Mungkin Anda juga pernah merasakan apa yang saya rasakan, yakni saat hari terasa menjemukan dan entah mau ngapain. Utama saya yang hanya seorang pengaguran. Waktu pun terasa begitu lama berlalu hampir sama saat menanti seseorang datang.

Yak sudah, dari pada enggak jelas mau ngapain maka diputuskan aja pergi stasiun Pondok Ranji turun di Tanah Abang lalu ke Manggarai dan pada akhirnya naik kerata KRL ke Kota Tua. Woy ternyata cukup panjang juga untuk sampai Kota Tua dari Ciputat sampai-sampai naik-turun kereta sampai tiga kali.

Yups, kali ini sasaran #Ngelancong saya pada Kota Tua. Soal cerita kota yang dipadati dengan bangunan jaman dahulu sudah terlalu banyak ngebas. Terlalu banyak blogger yang sudah menjelaskan secara rinci sampai nama-nama musium lengkap pada masa siapa lengkap terlampir.

Dan saya tak punya kemampun untuk mengulasnya apalagi sampai menulis pernjalanan sampai benar-benar rinci. Saya hanya iseng-iseng ngabisin waktu dan bergaya seolah Fotografer padahal cuma tukang foto amatir.

Ini salah satu hasil jepretan di kota tua yang dipenuhi orang-orang mencari hiburan. Kota Tua menjadi wisata aternatif masyarakat sekitar Jakarta, Tangerang dan mungkin ada dari luar JABODETABEK, itu mungkin saja.

Pasti wisata murah tanpa harus merogoh kocek sekian ratusan bahkan bisa mendakati jutaan. Banyangkan saja dari dari Ciputat yang sudah beda profinsi dari Jakarta hanya menghabiskan uang enggak lebih dari Rp 20.000,- bahan mendapat kembalian asal mau antri menukar tiket yang dipegang.

Udah langsung aja dan silakan simak kalau perlu kasih komentar yang jelas mengenai aktivitas saya ini.






Kamis, 14 Juli 2016

#Ngelancong Cimanggu, Telusuri Jejak Lalu

jala rasa, ngelancong
Jala Rasa,- #Ngelancong ke Cimanggu. Salah satu kecamatan yang berada di Cilacap.

Dari segi sendiri nama sendiri yang berawalan Ci yang berasal dari suku kata 'Cai' yang dalam bahasa Sunda artinya 'air'.

Untuk itu banyak sangkaan yang menyebut daerah tersebut terdaftar dalam provinsi Jawa Barat apalagi terdapat beberapa daerah yang mempunyai nama serupa, misalnya Cimanggu di Bogor atau Cimanggu kawasan Ciwidey atau mungkin masih terdapat daerah yang dengan nama yang serupa.

Sekilas tentang Cimanggu bisa jadi penamaan tersebut  orang yang sama, yakni Prabu Bujangga Manik, seorang pendeta Hindu Sunda.  Dugaan tersebut diperkuat dengan naskah kuno  primer Bujangga Manik (yang menceriterakan perjalanan Prabu Bujangga Manik, seorang pendeta Hindu Sunda yang mengunjungi tempat-tempat suci agama Hindu di pulau Jawa dan Bali pada awal abad ke-16), yang saat ini disimpan pada Perpustakaan Boedlian, Oxford University, Inggris sejak tahun 1627, batas Kerajaan Sunda di sebelah timur adalah sungai Cipamali (yang saat ini sering disebut sebagai kali Brebes) dan sungai Ciserayu (yang saat ini disebut Kali Serayu) di Provinsi Jawa Tengah.

Maka tak mengherankan jika sampai detik ini, warga Cimanggu mengenakan bahasa Sunda dan sebagian lagi mengenakan bahasa jawa. Memang secara pengucapan dan kosakata bahasa Sunda yang dikenakan warga Cimanggu cukup berbeda dengan bahasa Sunda di porvinsi Jawa Barat hal serupa juga berlaku untuk baahasa Jawa.

Lalu adakah yang lebih menarik dari Cimanggu itu sendiri.  Bagi Anda yang tak pernah bersentuhan langsung mungkin tak ada yang menarik dari desa ini. Sudah benar itu, memang desa ini tak mempunyai lokasi yang begitu eksotits sehingga mendatangkan para wisatawan.

Namun, secara khusus  Cimanggu tetaplah sebuah desa yang penuh cerita. Cerita kembali hadir, bagaimana saban sore menjadi ajang memancing dan tempat mandi di balik tanggul.

Sambil menikmati senja.  Akh  Seandainya saja. Yups, seandainya Doraemon tak hanya ada dalam serial TV menemani hari libur sekolah mungkin cerita bakal berbeda. Saya akan dengan mudah mengulang kembali bukanya hanya menelusuri jejak-jejak lalu.

Dan bantuan  pemilik kantung ajaib, maka sangat mungkin kisah #Ngelancong ini akan menjadi hal lain, paling tidak dengan pintu ajaib atau lorong waktu saya akan lebih lelusa kapan saja dan hendak kemana saja, minimal saya menelusuri tak hanya dalam satu tahun sekali.

Sudahlah lupakan soal Doraemon. Yang pasti, kali ini saya begitu menikmati senja bersama segala kenangan lalu.